Investasi Menggerakkan Kaki Indonesia untuk Berjalan

ILUSTRASI

Secara sadar maupun tak sadar sebelum kita menuju atau mengambil sesuatu yang menjadi sasaran kita terlebih dahulu mata akan melihat lokasi tempat sasaran berada, dimana sebelum tangan bertindak terlebih dahulu otak akan mengirimkan perintah kepada kaki untuk menuju sasaran yang telah dibidik oleh mata lalu setelah adanya proses perjalanan menuju sasaran akan tiba waktunya tangan meraih sasaran tersebut.

Dari ilustarasi singkat diatas saya sebagai penulis ingin mengambarkan bahwa Indonesia saat ini sedang berjalan menuju sasaran utama bersama menuju bangsa yang maju dan makmur melalui pengadaan investasi. Namun hal ini dapat kita sederhanakan dengan keaadaan dimana kita saat ini baru dapat menggunakan dua organ utama tubuh yaitu mata dan kaki (dalam ini saya ilustrasikan dari organ tubuh). Mata yang telah melihat keseluruhan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki bangsa sangatlah lebih dari cukup untuk dieksplorasi lebih lanjut, melihat potret ini adanya ide untuk menelusuri serta melangkah menuju tujuan bersama dalam membawa bangsa kepada ranah yang dapat dimasukkan sebagai referensi dunia, untuk itulah kita melangkah bersama dengan konsep investasi dalam rangka mewujudkan cita-cita yang megedepankan Indonesia baik dalam kancah domestik maupun internasional yang keduanya berkesinambungan untuk membentuk kacamata baru yang dapat digunakan pihak dalam negeri maupun luar negeri yang kesemuanya itu membutuhkan proses yang bila berhasil dengan baik akan menyatakan harapan-harapan besar yang telah diidamkan sebelumnya. Ini adalah mimpi kita bersama demi kemajuan bangsa, Indonesia.

POTRET INVESTASI INDONESIA

Informasi yang dapat diakses dari sudut belahan bumi manapun pada saat ini akan sangat membantu kita dalam menambahkan wawasan tentang potret real yang sedang terjadi. Pengolahan yang baik disertai pengkajian yang sistematis akan membuat individu-individu terkait dapat memahami fenomena-fenomena apa yang sedang terjadi.

Dalam kancahnya sebagai negara berkembang saat ini. Indonesia memiliki sangat banyak sekali potensi-potensi dalam penyediaan sumber daya, baik itu Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). Bila ingin menelaahnya lebih lanjut informasi yang tertulis dalam buku serta halaman-halaman website dalam internet dapat kita manfaatkan sebagai referensi kita guna menelusuri apa sebenarnya yang ada di dalam negeri tercinta ini.

Sektor sumber daya yang memadai ini adalah potret real yang harus dapat kita angkat ke permukaan. Dapat kita dapati bahwa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia sebesar 13.466 pulau (Badan Informasi Geospasial) serta jumlah penduduk yang mencapai angka lebih dari 250jt jiwa serta kekayaan alam darat maupun air yang melimpah ruah. Tentu ini adalah potensi besar yang masih “terpendam” (hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya). Dalam mengembangkan serta menjadikannya memiliki nilai yang baik bila dipandang dari kacamata ekonomi, politik, hukum, dan sector lainnya kita sebagai warga negara Indonesia harus mampu mencermati kondisi yang ada ini. Dalam hal ini tentu saja kebijakan-kebijakan matang dari pemerintahlah yang akan membawa serta mengarahkan kemana arah arus sumber daya ini dialirkan. Rakyat hanya dapat memberikan aspirasi yang pun juga seharusnya dapat menjadi masukan pemerintah dalam membawa negara ke arah yang lebih baik.

Dalam keterkaitan limpahan sumber daya yang memadai, Indonesia belum mampu untuk berdiri sendiri dalam mengolah sumber daya yang tersedia. Ini disebabkan oleh karena bangsa kita sedang dalam proses membangun, membangun bangsa menuju penilaian yang akan tidak dipandang sebelah mata oleh dunia. Literatur-literatur terkait mengenai pengadaan investasi dalam negara berkembang telah mencatat bahwa keberadaan investasi akan sangat menolong bahkan dapat membuat negara berkembang yang ada mampu menaikkan derajatnya ke level yang lebih tinggi lagi, meninggalkan status “berkembang”-nya. Tentu ini adalah solusi yang sangat baik dan layak untuk dilakukan dan diterapkan bagi bangsa kita, Indonesia.

Catatan investasi yang mendukung pertumbuhan Indonesia tercatat saat investasi masuk pertama kali pada 1970-an dimana perkembangannya memberikan aliran positif disertai pertumbuhan ekonomi bangsa pada masa itu sekitar 7,5%. Namun hal ini seakan hanya “singgah” sementara dimana disusul krisis yang melanda bangsa pada 1997 yang mengakibatkan arus investasi dan aktivitas-aktivitasnya lesu dan terhempas. Sehingga pada 1997/1998 Indonesia disalip oleh negara-negara kecil di sekitarnya yang dapat maju satu langkah di depan dalam penataan ekonomi negaranya. Namun tak berhenti pada nasib yang ada, adanya semangat juang pihak domestik pun membuahkan hasil sehingga tercatat periode 2000-2004 pertumbuhan waralaba local mencapai 60% dan diperkirakan omzet bisnis tersebut mencapai Rp 100 triliun.

Investasi dapat dideskripsikan secara sederhana sebagai penanaman modal oleh investor kepada sektor-sektor tujuan dengan harapan besar bahwa modal awal yang ditanamkan dapat memberikan laba di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu. Pelaku investasi yang bermain dapat dikategorikan ke dalam dua jenis: 1. Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) 2. Penanam Modal Asing (PMA).

Berdasarkan data The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia (BKPM) mencatat bahwa pada triwulan IV 2012 persetase PMDN sebesar 26,5% dan PMA sebesar 56,8% mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dimana PMDN sebesar 24% dan PMA sebesar 42,6%. Melihat data terakhir ini timbul pertanyaan mengapa pihak asing lebih mendominasi dibandingkan pemain domestik? Ini sungguh sangat disayangkan dimana komitmen awal pemerintah yang membuat kebijakan untuk lebih mengutamakan pihak dalam negeri memberikan tafsiran sebaliknya ketika berkaca terhadap data lapangan. Hal ini perlu menjadi masukan bagi pemerintah agar mau lebih memberikan kesempatan yang seimbang bagi para investor dalam negeri bukan sebaliknya. Dalam kaidahnya juga hendaknya kebijakan yang dikeluarkan bukanlah menanamkan budaya anti-asing, namun bagaimana segala kebijakan yang ada diatur secara sistematis agar kiranya kebedaraan PMA di Indonesia bukanlah menjadi acuan namun sebagai pelengkap serta memiliki porsi yang tepat dalam keberadaanya.

Semakin melebarnya dan berkembangnya potensi investasi di Indonesia membuat bangsa ini mencapai pertumbuhan PDB sebesar 6,2% di tahun 2012 namun terkesan menurun dari tahun 2011 dimana pencapaian yang diraih sebesar 6,5%. Rentang 6,0% – 6,5% untuk kedepannya masih dapat dipertahankan bangsa, namun bukan berarti hal ini dapat membuat kita bersantai ria, semakin kemari tantangan yang dihadapkan semakin kompleks, dimana perekonomian global yang masih belum stabil, kualitas kebijkan pemerintah yang masih menjadi sorotan serta kebijakan Gubernur Bank Indonesia baru pun akan sangat mempengaruhi lingkungan kebijakan makro kedepan.

Tersangkut ke dalam beberapa masalah internal yang sangat sensitive, sungguh sangat diperlukan niat dan tindakan yang tepat bila aliran investasi ini diimpikan sebagai pembangkit kemajuan negara. Seyogiahnya sebagai yang “membutuhkan” kita harus menyadari bahwa pihak tamu yang datang seharusnya disambut dengan sambutan yang dapat membuat mereka nyaman dan betah serta mau memperluas sayapnya di dalam negara.

Belajar dari negara sebangsa timur, kita dapat melihat pertumbuhan PDB dari negara tirai bambu, China. Dimana sepuluh tahun yang lalu kejayaan negara ini dapat mencapai 10,6% dalam pertumbuhan PDB negaranya, dan data di tahun 2012 secara nasional negara ini mengalami penurunan ke 7,8% dalam PDB-nya. Terlepas dari apapun kemelut yang mereka hadapi, catatan yang ada patut kita telusuri dari bangsa ini. Adanya kiat yang mereka lakukan dapat menjadi cerminan bangsa untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang telah dipadukan dengan kondisi nasional. Tak salah untuk menimba hal yang baik demi kebaikan bangsa. Tak salah untuk membuka diri dalam pengkoreksian yang bertujuan untuk kemajuan bangsa asalkan tetap dalam koridor tepat dalam pelaksanaanya. Mengadakan hubungan bilateral dan multilateral kepada bangsa-bangsa yang telah terlebih dahulu menghadapi asam-garam investasi seharusnya menjadi pintu gerbang yang baik bagi Indonesia untuk belajar dimana seluruhnya telah dimudahkan dengan kemajuan teknologi yang pesat di abad 20 ini. Sudah saatnya dan seharusnya tidak lagi ditunda-tunda dalam merealisasikannya dengan serius dan tanpa mencampurkan kepentingan pribadi maupun kelompok yang akan sangat berpotensi untuk mencemari niat baik dalam mengubah bangsa kepada era dimana kita bersama mampu memaksimalkan semua potensi-potensi besar yang ada dengan maksimal.

EKSISTENSI WARALABA

Keberadaan waralaba sebenarnya bukanlah barang baru di Indonesia, sekitar tahun 80-90an bisnis waralaba telah merambat di Indonesia. Perusahaan seperti bisnis waralaba makanan Kentucky Fried Chiken, McD yang juga waralaba makanan, dan lain sebagainya adalah contoh konkret waralaba yang masuk dari luar negeri ke Indonesia pada saat benih-benih munculnya waralaba di Indonesia saat itu.

Kebijakan pemerintah yang menyambut baik keberadaan investasi ini berbanding lurus dengan kebijakan yang membuka peluang besar bagi para pelakunnya. Terbukti sebelum krisis 97/98 melanda pertumbuhannya melesat menjadi 265, di mana 235 milik asing dan 30 lokal, dengan outlet sebanyak 2000 dan pada masa-masa keemasan itu pun Indonesia sempat mencicipi pertumbuhan PDB yang mencapai 7,5%. Namun tak berhenti pada nasib yang ada, adanya semangat juang pihak domestik pun membuahkan hasil sehingga tercatat periode 2000-2004 pertumbuhan waralaba local mencapai 60% dan diperkirakan omzet bisnis tersebut mencapai Rp 100 triliun dan berkembang semakin baik sampai saat ini.

Perkembangan waralaba di Indonesia saat ini sebesar 60% didominasi oleh produk makanan dan minuman. Ini membuka peluang positif bagi pelaku waralaba dimana jumlah kelas menengah Indonesia ada sekitar 27 juta orang dan akan terus bertambah. Valentino Dinsi, Wakil Ketua Asosiasi Waralaba Indonesia dan Ketum AFI, Anang Sukandar pun berpendapat sama bahwa kedepannya pertumbuhan waralaba dan business opportunity masih akan didominasi oleh sector makanan dan minimum.

Disamping sector makanan dan minuman, sector lain yang terkait dengan gaya hidup, seperti salon, spa atau klinik kecantikan rata-rata menyasar kelas menengah. Sector pendidikan dan otomotif pun tak kalah dalam pertumbuhannya. Kebutuhan bimbingan belajar (bimbel) dan bisnis cuci kendaraan maupun bengkel masing sangat berpeluang untuk berkembang. Selain daripada itu semua hasrat untuk menelusuri tempat-tempat baru pun tak boleh diabaikan. Bisnis travel juga memiliki perjalanannya sendiri dimana dapat dilakoni pihak kelas menengah maupun kelas atas. Sangat banyak sekali dan sector-sektor yang ada ini dikembalikan kepada pelaku waralaba  di Indonesia untuk mau melihat peluang-peluang yang masih terbuka lebar dan berpotensi menghasilkan financial yang fantastis bila dilakukan dengan serius.

Keluar dari cerita yang dikandung oleh investasi di Indonesia. Adanya beberapa perhatian utama yang menjadi sorotan kita bersama dapat meliputi.

Acuan utama para investor sebelum melabuhkan modalnya kepada sebuah negara adalah dengan melihat kondisi-kondisi yang telah terjadi dan sedang terjadi di dalam negara terkait. Terkhusus Indonesia ada beberapa poin yang menjadi pekerjaan rumah bersama, yaitu:

  • Kebijakan pemerintah yang saat ini masih belum dapat menyeimbangkan antara PMDN dan PMA di Indonesia memiliki ketimpangannya tersendiri.
  • Aktivitas politik yang ada dengan sulitnya rantai birokrasi yang diterapkan akan berdampak pada keenganan kepada pihak investor dimana mereka harus menghabiskan waktu serta financial yang lebih hanya untuk mengurus prosedur yang ada. Tak seharusnya ini terjadi dimana sebelum krisis 97/98 rantai birokrasi aktivitas investasi saat itu adalah sentral sehingga tidak menyulitkan pihak investor.
  • Keadilan yang diyakini dapat diberikan dengan pemberlakuan hukum ternyata sudah menjadi cacat dalam mindset setiap individu yang ada. Hal ini dapat kita lihat melalui survei yang dilakukan ILR memberikan hasil cukup mengejutkan. Sebanyak 60 persen dari 1.220 responden di 33 provinsi Indonesia menyatakan kecewa dengan lembaga kehakiman yang masih marak dengan praktik suap. Sangat disayangkan bila potret ini harus diketahui seluruh dunia. Lalu akan kemana kita meminta keadilan lagi bila fenomena yang ada adalah seperti ini?
  • Indonesia harus mampu menyediakan fasilitas-fasilitas yang benar-benar mendukung aktivitas investasi yang ada. Hal ini terkait pada pembangunan infrastruktur pendukung yang harusnya semakin ditingkatkan dengan berkembangnya aktivitas investasi. Adanya ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur yang lebih mengutamakan di daerah Jawa semakin mengangakan diskriminasi secara tidak langsung. Masyarakat di luar Jawa berbondong-bondong datang ke Jawa hanya untuk mencicipi pembangunan yang lebih baik dibandingkan di daerah asal. Sangat memprihatinkan dimana Indonesia adalah negara kesatuan yang dimulai dari Sabang sampai Merauke, seharusnya pertumbuhan yang dilakukan pun harus seimbang kepada pulau-pulau di luar Jawa.